MASALAH YANG DIHADAPI SEORANG SARJANA PSIKOLOGI

Psikolog dan Psikiater
Banyak masyarakat awam menganggap seorang psikiater dan seorang psikolog itu sama. Mengapa mereka berpikiran seperti itu? Selama ini masyarakat awam menganggap psikologi itu sebagai ilmunya, sedangkan psikiater itu adalah gelarnya. Dalam kata lain mereka menganggap bahwa setelah seorang mahasiswa jurusan psikologi menyelesaikan studinya maka akan mendapatkan gelar psikiater.
Psikolog dan psikiater adalah sebuah profesional yang menggunakan pendekatan kejiwaan sebagai alat untuk mengetahui atau menganalisa seseorang yang menjadi klien. Perbedaanya kemudian terletak pada objek studi secara dominan dari kedua profesi ini. Pada profesi psikiater, fisik dari kejiwaan itu sendiri menjadi pusat atau dasar pre asumsi yang ditarik untuk setiap analisa simptom yang digunakan.  Sementara pada profesi psikolog, pendekatan terhadap bagaimana seseorang bertingkah laku, menjadi pusat atau dasar pre asumsi. Dan untuk setiap profesi ini jelas, bahwa masing-masing mempelajari cara intervensi yang berbeda. secara fisik, tentu cara intervensi yang paling dapat di gunakan adalah secara kimiawi, sementara untuk tingkah laku, maka perlu adanya terapi khusus yang menyangkut kepada bagaimana proses kognitif seseorang hingga memunculkan tingkah laku tersebut.
Psikolog adalah titel atau gelar S2 bidang profesi psikologi. Seseorang bisa mendapatkan gelar “…, Psi.” di belakang namanya kalau kuliah S1 dan S2-nya sama-sama di psikologi. Oleh karena itu, orang yang kuliah S1-nya di fakultas psikologi (sekedar informasi, fakultas psikologi di Indonesia untuk S1 tidak ada penjurusan), kalau ingin menjadi psikolog, harus meneruskan S2 di bidang profesi psikologi. Sebab, jika ia meneruskan di bidang sains psikologi, maka gelarnya nanti adalah “…, Msi.” atau magister sains.
Sama halnya jika seseorang yang kuliah S1-nya non-psikologi, namun ingin meneruskan kuliah S2 di bidang psikologi. Orang tersebut mau-tak-mau harus mengambil bidang sains psikologi, sebab bidang profesi psikologi hanya diperuntukkan kepada lulusan S1 psikologi. Oleh karena itu, orang seperti ini bergelar “…, Msi.”, bukan “…, Psi.”
Apa Yang Bisa Dilakukan Psikolog. Seorang psikolog, atau lulusan S2 profesi psikologi, nantinya bisa mendapatkan izin praktek psikologi yang bisa digunakan untuk membuka biro konsultasi sendiri, ataupun bergabung menjadi tenaga konsultan psikologi di biro orang lain. Seorang psikolog juga punya hak untuk ‘memegang’ alat tes psikologi. ‘Memegang’ di sini maksudnya menyimpan, menggunakan dan mengoprasikan, juga menginterpretasikan hasil tes kliennya. Jadi, psikolog juga bisa disebut praktisi psikologi.
Hak ‘memegang’ alat tes psikologi ini hanya dipegang oleh psikolog, dan bukan magister sains psikologi. Namun, sebagai informasi tambahan, magister (sains) psikologi dapat mengembangkan teori psikologi yang sudah ada, dan bisa bekerja sebagai dosen di fakultas psikologi. Oleh karena itu, magister psikologi bisa juga disebut ilmuwan psikologi.
Psikolog, menangani masalah yang berkaitan dengan aspek psikologis (kejiwaan), misalnya stress, rumah tagga yang kurang harmonis, masalah disiplin anak, dll.
Psikiater adalah dokter yang mempelajari ilmu jiwa. Maksudnya, gelar utamanya dokter, tapi dia mengkhususkan diri untuk ‘mengurusi’ kejiwaan manusia. Biasanya, psikiater adalah dokter (S1) yang meneruskan pendidikannya di bidang psikiatri (S2). Oleh karena itu, seorang psikiater mempunyai gelar “dr. …”, dan biasanya di tulis (di papan nama): (atas) dr. A ,(bawah) Psikiater. Makanya, psikiater juga bisa disebut dokter jiwa.
Apa Yang Bisa Dilakukan Psikiater. Seorang psikiater, karena gelarnya adalah “dokter”, maka orang yang datang untuk ‘berobat’ disebut pasien. Oleh karena itu, psikiater mengobati pasiennya, yang punya masalah kejiwaan, dengan memberikan obat. Kenapa? Karena beberapa penyakit jiwa bisa jadi disebabkan oleh keadaan tubuh yang sedang tidak sehat, atau ada yang bisa disembuhkan atau dikurangi dengan mengobati organ tubuh yang berhubungan dengan gejala kejiwaan yang sedang diderita.Psikiater, menangani masalah yang bersifat fisik / faali, misalnya gangguan jiwa akibat adanya kelainan pada otak / neurotransmitter, atau gangguan kejiwaan akibat penyalahgunaan obat. Sebagai dokter, psikiater juga berhak memberikan obat resep, sementara psikolog enggak.
Dari segi tugas yang dijalankan. Psikolog menyebut orang yang datang minta bantuannya soal kejiwaan dengan sebutan “klien”. Klien seorang psikolog adalah orang yang sehat jiwanya, atau tidak mengalami gangguan kejiwaan. Oleh karena itu, psikolog membantu kliennya dengan mengadakan konsultasi dan, kalau diperlukan, terapi, untuk menyelesaikan masalah kliennya. Psikolog biasanya bertugas untuk membantu kliennya menemukan apa bakat dan minatnya, lalu bidang pekerjaan atau ilmu apa yang cocok untuknya, dan membantu mencari solusi masalah lainnya. Jadi, psikolog tidak akan memberikan obat pada kliennya. Istilahnya, psikolog itu ‘menyembuhkan dengan kata-kata’. Jika ternyata masalah kliennya lebih berat dan membutuhkan pertolongan obat-obatan, maka psikolog ‘mengoper’-nya, atau minta bantuan, ke psikiater (lihat bahasan tentang psikiater di atas).

Sedangkan, psikiater membantu orang yang mempunyai gangguan kejiwaan, sekecil apapun itu, yang membutuhkan pertolongan obat-obatan untuk mengurangi efek negatifnya. Misalnya, orang yang insomnia (penyakit susah tidur), jika ia berobat ke psikiater, selain diberi nasihat (cara penyelesaian masalah), juga akan diberi obat untuk membantunya mudah tidur. Karena orang yang berobat atau konsultasi ke psikiater biasanya punya gangguan kejiwaan, bukan berarti mereka gila atau sakit jiwa.
Untuk meluruskan pandangan masyarakat mengenai psikolog dan psikiater yang selama ini keliru perlu kita sebagai seorang psikolog memberi pengertian pada masyarakat umumnya bahwa psikolog dan psikiater itu berbeda namun saling bekerja sama dalam menangani masalah kejiwaan. Misalnya kita dapat mengadakan seminar psikologi dengan tema “psikolog vs psikiater”, mengadakan workshop psikologi, atau membuat artikel di berbagai media massa.

Psikolog adalah paranormal
Bagi sebagian orang awam yang tidak mengetahui baik akan berkata Psikologi merupakan tempat sekumpulan orang – orang yang dapat membaca pikiran atau kumpulan orang yang dapat melihat takdir seseorang. Faktanya dalam kuliah Psikologi sendiri tidak ada satu mata kuliahpun mengenai “cara membaca pikiran orang lain” ataupun “cara melihat takdir orang lain” atau sebagainya. Saya adalah salah satu mahasiswa Psikologi yang pernah di serang pertanyaan seperti ini oleh beberapa orang terdekat saya yang tidak mengetahui apa yang dipelajari di psikologi. sejujurnya, pada semester awal sangat binggung menjelaskan kepada beberapa orang yang masih KEPO (Kepingin Tau)  apa itu psikologi ?? dan belajar apa saja disana ?? karena selama semester awal perkuliahan hampir semua mata kuliahnya adalah peralihan SMA. Namun setelah semester dua, saya mulai sedikit demi sedikit dapat menjelaskan kebeberapa orang yang masih salah persepsi atau menanyakan pertanyaan yang sama.
Untuk itu saya merasa perlu untuk mengedukasi masyarakat dengan memberikan informasi tentang siapakah psikolog itu? kepada masyarakat agar masyarakat tidak lagi salah dalam memahami profesi seorang psikolog dengan profesi lain dan memahami apa saja yang bisa dan seharusnya dilakukan oleh seorang psikolog.
Sesuai dengan SK Mendikbud No. 18/D/O/1993 yang dimaksud dengan psikolog adalah para lulusan perguruan tinggi dan universitas di dalam maupun di luar negeri, yaitu mereka yang telah mengikuti pendidikan dengan kurikulum nasional untuk pendidikan program akademik (Sarjana Psikologi); lulusan pendidikan tinggi strata 2 (S2) dan strata 3 (S3) dalam bidang psikologi, yang pendidikan strata (S1) diperoleh bukan dari fakultas psikologi. Ilmuwan Psikologi yang tergolong kriteria tersebut dinyatakan dapat memberikan jasa psikologi tetapi tidak berhak dan tidak berwenang untuk melakukan praktik psikologi di indonesia.
Praktik Psikologi adalah kegiatan yang dilakukan oleh psikolog dalam memberikan jasa dan praktik kepada masyarakat dalam pemecahan masalah psikologis yang bersifat individual maupun kelompok dengan menerapkan prinsip psikodiagnostik. Termasuk dalam pengertian praktik psikologi tersebut adalah terapan psinsip psikologi yang berkaitan dengan melakukan kegiatan diagnosis, prognosis, konseling, dan psikoterapi. Kegiatan tersebut yang menjadi acuan kerja seorang profesional psikolog. Jadi, tidak benar jika dengan hanya melihat orang saja seorang psikolog bisa melihat kepribadian seseorang seperti apa (yang biasa dilakukan mungkin hanya mengkira-kira saja namun tidak dibenarkan jika ini digunakan sebagai dasar diagnosis yang akhirnya diterima oleh orang lain), karena psikolog harus melakukan asesmen terlabih dahulu untuk bisa menegakkan diagnosa ataupun dalam meberikan judgement. Hal inilah yang membedakan seorang psikolog dengan paranormal menurut logika berpikir saya.
Dalam prakteknya seorang psikolog harus paham betul mengenai kode etik sehingga tidak dapat dijadikan alasan untuk mempertahankan diri ketika berhadapan dengan permasalahan yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran dengan segala akibatnya, baik yang bersifat penanganan internal organisasi profesi maupun penanganan menurut hukum yang berlaku. Hal ini sesuai dengan Penjelasan Mukadimmah Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Psikologi Indonesia poin 4.1 tentang Perilaku Ilmuwan Psikologi dan Psikolog:
Dalam penerapan keahliannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib memperhatikan, mempelajari, mempertimbangkan etika dan nilai-nilai moral yang berlaku di lingkungan masyarakat tempatnya bekerja. Persamaan dan perbedaan latar belakang, persepsi, opini, sikap, dan kebiasaan antara Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dengan klien, mahasiswa, peserta penelitian, pribadi atau pihak lain yang terlibat dalam pekerjaannya tidak akan memperngaruhi sikap dan cara kerjanya, yang bisa membuatnya berperilaku yang dapat diartikan sebagai seberpihakan atau mungkin menentang. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog perlu mengembangkan sikap membuka diri terhadap perbedaan etika dan nilai-nilai moral di luar yang diyakininya akan membentuk wawasan pikir yang luas dan sikap yang netral, serta berupaya terus menerus mengikuti perkembangan masyarakat. Hal ini diperlukan dalam peberapan keahlian Ilmuwan Psikologi dan Psikolog untuk mencegah pemaksaan pendapat atau tundakan terhadap pihak yang menggunakan jasa/praktik psikologi, yang bisa diartikan sebagai pelanggaran kode etik.
(HIMPSI. 2005. Kode Etik Psikologi Indonesia)

Psikolog yang baik adalah psikolog yang tahu, paham, dan menerapkan kode etik, ketika psikolog mengabdi tanpa pengetahuan dan pemahaman terhadap Kode Etik Psikologi, hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk mempertahankan diri saat berhadapan dengan permasalahan yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran dan segala akibatnya, baik yang bersifat penanganan internal organisasi profesi maupun penanganan menurut hukum yang berlaku. Seperti yang tertera dalam Mukadimah Kode Etik Psikologi, yaitu:

Dalam kegiatannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog Indonesia mengabdikan dirinya untuk meningkatkan pengetahuan tentang perilaku manusia dalam bentuk pemahaman bagi dirinya dan pihak lain serta memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan tersebut bagi kesejahteraan manusia
(HIMPSI. 2005. Kode Etik Psikologi Indonesia)

Dan sesuai dengan Penjelasan Mukadimmah Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Psikologi Indonesia poin 4.1 tentang Perilaku Ilmuwan Psikologi dan Psikolog:
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog perlu mengembangkan sikap membuka diri terhadap perbedaan etika dan nilai-nilai moral di luar yang diyakininya akan membentuk wawasan pikir yang luas dan sikap yang netral, serta berupaya terus menerus mengikuti perkembangan masyarakat. Hal ini diperlukan dalam peberapan keahlian Ilmuwan Psikologi dan Psikolog untuk mencegah pemaksaan pendapat atau tundakan terhadap pihak yang menggunakan jasa/praktik psikologi, yang bisa diartikan sebagai pelanggaran kode etik.
(HIMPSI. 2005. Kode Etik Psikologi Indonesia)

Contoh :
Dalam melakukan praktek konseling maupun terapi, psikolog tersebut harus memperhatikan serta berpegang pada aturan yang berlaku sebagaimana suatu proses konseling dan terapi berlangsung. Keseluruhan aturan dan tata cara pelaksanaan suatu praktik konseling dan terapi telah diatur di dalam ”Kode Etik Psikologi Indonesia”. Psikolog harus tetap mengetahui batas-batas etika dan tidak memaksakan pendapat atau tindakan yang berhubungan dengan praktik psikologi yang ia lakukan. Jika terjadi permasalahan atau konflik selama praktek psikologi (dalam hubungannya dengan klien, rekan profesi, maupun teman profesi lain), maka seorang psikolog harus kembali kepada kode etik untuk dijadikan sebagai pedoman penyelesaian konflik.
Pada dasarnya, psikologi adalah bukan seperti yang ada dalam paradigma masyarakat sekarang. Hanya saja, dalam masyarakat dengan konstrual yang relatif tradisional, kemudian menerima demikian saja informasi sederhana yang ditangkap. Anggapannya paranormal, adalah ketika seorang psikolog yang sudah melalui proses observasi, wawancara, konseling, maupun proses psikologis lainnya berhasil memetakan secara tepat profil seseorang.
Berkenaan dengan paparan saya diatas, maka jelas, bahwa ketika seorang psikolog atau akademisi psikologi berhasil memetakan profil seseorang, adalah bukan karena sebuah proses mistis, melainkan adalah melalui proses empiris. teknik-teknik yang kami biasa gunakan adalah observasi (sebuah metode mengamati tingkah laku, yang kemudian setiap tingkah laku di pilah dan kemudian di telaah dengan teori tertentu, lalu di asumsikan arti dari tingkah laku tertentu), wawancara (sebuah metode dengan interaksi verbal, dan mencoba untuk menggali proses kognitif seseorang, yang kemudian setiap kata yang terucap di pilah berdasarkan teori tertentu, lalu di asumsikan atau diaplikasikan berdasarkan fakta yang ada),  konseling (sebuah proses wawancara lebih mendalam dan lebih terarah, untuk memfasilitasi seseorang menemukan solusi), proses psikologis lainnya seperti pengerjaan alat tes psikologi (MMPI, tes Inteligensi, tes temperamen, dan lain-lain).
Kita sebagai psikolog tentunya perlu meluruskan pandangan masyarakat mengenai psikologi adalah ilmu membaca pikiran. Kita dapat mengadakan seminar psikologi, membuat berbagai artikel di media massa, atau melakukan tindakan nyata yang mencerminkan bahwa seorang psikolog bekerja tidak dengan membaca pikiran manusia tapi seorang psikolog bekerja dengan alat tes dan teori teori yang sudah empiris. Bukan hanya mereka-reka pikiran manusia.

Psikolog bagi orang gila
Gila adalah sebuah kata yang di gunakan oleh masyarakat awam untuk mengungkapkan sebuah kondisi tidak berfungsi dengan baiknya cara interaksi seseorang terhadap yang lain. Dengan bahasa psikologis, seorang yang dinyatakan “gila” oleh masyarakat awam, adalah seorang yang tidak sama secara tingkah laku dengan masyarakat secara mayoritas (secara statistik, signifikan tidak berada dalam distribusi normal). Namun lingkup psikologi bukan hanya pada masyarakat yang “gila”. Bahkan akan lebih baik ketika belum “gila” sudah membawa diri ke pendekatan psikologi.
Dalam analogi kedokteran kira-kira dapat saya gambarkan demikian :” jangan ke dokter ketika sudah stadium 4, karena sudah terlambat. Konsultasikan diri sebelum mengalami yang lebih parah. Psikolog tidak hanya berfungsi sebagai terapis ketika sudah mengalami penyimpangan yang parah (“gila” dalam bahasa psikologis adalah “penyimpangan”), namun juga bisa sebagai detektor sebelum terjadi penyimpangan, atau mendeteksi kemungkinan penyimpangan itu. Psikolog juga dapat menjadi konselor, ketika seseorang membutuhkan nasihat psikologis, misalnya bagi perkembangan anak, cara b
elajar, hubungan dengan rekan sekerja, hubungan dengan atasan, hubungan dalam keluarga, dan sebagainya. Untuk itu jelas bahwa Psikolog tidak hanya bagi orang “gila” saja bukan?
Sudah bukan rahasia umum bila masyarakat awam menyebut jurusan psikologi adalah jurusan untuk menangani orang gila. Bahkan saya sendiripun sebagai mahasiswa jurusan psikologi mengalami bagaimana menanggapi tanggapan masyarakat soal jurusan psikologi ini. ketika mereka tahu bahwa saya kuiah di jurusan psikologi, banyak dari mereka menimpali “loh nanti kerjanya apa? Bukannya hanya di rumah sakit jiwa saja?”. Kalau sudah begini saya meluruskan bahwa jurusan psikologi memiliki prospek kerja yang luas, bukan hanya untuk menangani orang “gila”. Sudah kita ketahui bahwa saat ini lulusan psikologi sudah dibutuhkan diberbagai instansi pemerintahan maupun di perusahaan swasta.
Untuk itu diperlukan kerja sama antar psikolog/sarjana psikologi dalam meluruskan pandangan masyarakat yang keliru mengenai jurusan ini.



















                     DAFTAR PUSTAKA


0 komentar:

Posting Komentar