Autobiografi



Nama lengkap saya Anis Febriyani Wahyuningsih, dalam keseharian saya dipanggil dengan sapaan Anis. Saya lahir di Jakarta, 19 februari 1997. Saya merupakan anak pertama dari tiga bersaudara oleh karena itu keluarga saya memanggil saya dengan sebutan ‘mbak’. Perbedaan usia saya dengan kedua adik laki-laki saya cukup jauh, dengan adik pertama umur saya berbeda 7 tahun, sedangkan dengan adik kedua selisih umur saya dengan dia 11 tahun. Saya memanggil kedua orang tua saya dengan sebutan ‘ Bapak dan Ibu’. Bapak saya bernama Adi Prakoso, ia bekerja sebagai karyawan swasta di sebuah perusahaan besar di Indonesia, sedangkan ibu saya adalah ibu rumah tangga. Ibu saya dulunya merupakan seorang pegawai namun setelah menikah ia memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga seutuhnya.
            Saya bersekolah di taman kanak-kanak saat umur empat tahun, taman kanak-kanak itu adalah TQIT Ummu’l Quro Depok, di tempat inilah saya mengeyam pendidikan selama dua tahun. Setelah pulang sekolah sekitar jam 11 saya tidur, setelah itu saya bangun jam 1 siang untuk mengaji di masjid yang berada dekat dengan rumah. Karena mengaji saya memiliki banyak teman. Setelah mengaji saya bermain sore hari bersama teman-teman di sekitar rumah sampai suara orang mengaji sebelum azan magrib terdengar.
Lulus taman kanak-kanak saya melanjutkan pendidikan di SDIT Ummu’l Quro Depok. Saya mengenyam pendidikan di sini selama enam tahun. Saat SD saya sering mengikuti berbagai kegiatan lomba maupun ekstrakulikuler, baik di sekolah atau pun di luar sekolah.
Setelah tamat sekolah dasar saya melanjutkan pendidikan saya di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Jakarta Selatan. Saat SMP inilah saya juga sering mengikuti perlombaan maupun kegiatan ekstrakulikuler. Ekstrakulikuker yang saya pilih saat itu adalah Palang Merah Remaja (PMR), dari PMR ini saya memiliki banyak teman di luar sekolah dan tentunya pengalaman-pengalaman berharga yang tidak bisa saya dapatkan di sekolah. Mengapa saya memilih PMR dibandingkan ekstrakulikuler lainnya? Karena PMR sangat berhubungan dengan dunia medis yang mana cita-cita saya adalah menjadi seorang dokter.
Tiga tahun sudah saya menjadi pelajar SMP dan saya melanjutkan studi saya di Madrasah Aliyah Negeri 7 Jakarta Selatan. Di MAN 7 inilah kegiatan saya bertambah, selain mengikuti ekstrakulikuler PMR saya juga aktif dalam sains club biologi. Dan selama SMA ini saya merasa sangat beruntung karena beberapa kali terpilih untuk mewakili sekolah dalam ajang olimpiade biologi dan juga perlombaan PMR. Saya sering mengikuti pelatihan-pelatihan yang membuat saya mendapatkan banyak ilmu yang tidak saya dapatkan di dalam kelas. Begitupun saat mewakili sekolah saya bertemu peserta olimpiade dari SMA lain, pada pengalaman pertama saya merasa sangat minder namun setelah kedua ketiga saya lebih bisa memotivasi diri saya dan juga saya juga semakin percaya diri untuk berbicara menyampaikan pendapat saya yang tentunya juga berkat pelatihan skill tersebut saya dapatkan. Dimana skill tersebut sangat berguna dalam kehidupan saya. Ya saya merasa tidak takut untuk menyampaikan pendapat ataupun ide saya.
Saat menjalani tahun kedua SMA ini saya merasa kesulitan untuk memilih jurusan yang saya minati di perkuliahan. Cita-cita saya masih sama seperti saya kecil yaitu menjadi seorang dokter, namun saat SMA saya ingin menjadi seorang dokter dengan keahlian bedah. Dan itulah yang membuat saya memutuskan untuk memilih jurusan kedokteran untuk studi saya, namun orang tua saya tidak setuju akan pilihan saya. Mereka mempertimbangkan biaya pendidikan kedokteran yang terkenal ‘mahal’ dan masa studi yang lama untuk mendapatkan gelar dokter umum. Saya mencoba mencari peluang beasiswa yang mungkin bisa saya tempuh namun lagi-lagi orang tua tidak mengizinkan. Disitu saya paham maksud orang tua saya yang tidak mau jika anaknya putus pendidikan di tengah studi karena biaya. Akhirnya saya memilih jurusan biologi murni untuk kelanjutan studi saya namun lagi-lagi orang tua saya menolak dengan alasan peluang pekerjaan untuk lulusannya tidak luas. Orang tua saya menginginkan saya kuliah di jurusan ekonomi/manajemen/teknik yang menurut mereka peluang mencari pekerjaannya mudah. Namun saya tidak mengiyakan karena jauh dari minat saya. Saya mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi (SNMPTN, SBMPTN, SIMAK UI) dengan pilihan jurusan biologi, K3, manajemen. Namun saya tidak lulus seleksi dan akhirnya saya mendaftar di Universitas Gunadarma jurusan psikologi.
Mengapa psikologi? Karena saat saya melihat mata kuliah dalam jurusan psikologi ada mata kuliah yang berhubungan dengan anatomi manusia, dan psikologi mempelajari manusia sama seperti kedokteran hanya saja fokus keduanya berbeda. Jujur saja di tiga bulan pertama saya masih belum bisa menerima jika saya kuliah bukan di jurusan yang saya inginkan sejak dahulu, namun sejak bulan keempat saya mulai merasakan kenyamanan kuliah di jurusan psikologi. Dan sejak saat itu saya bersemangat untuk menempuh studi di jurusan ini. Banyak pengetahuan dan juga pelajaran hidup yang saya dapatkan selama menjadi mahasiswa psikologi. Dan saya juga merasa bersyukur dapat kembali mengikuti perlombaan mewakili jurusan saya di luar kampus. Pengalaman yang sama sekali saya tidak sangka akan saya dapatkan lagi. Dan ya, cita-cita saya pun menjadi dua saat ini yaitu menjadi seorang Psikolog dan Dokter.
Saya memiliki kebiasaan yaitu setiap ada waktu luang saya sering melihat tayangan yang berhubungan dengan dunia kesehatan seperti bedah,  tata cara pemakaian alat medis, talkshow kesehatan, dan yang lainnya melalui aplikasi youtube. Saya juga sering membaca artikel-artikel kesehatan dan mengoleksi beberapa benda yang berhubungan dengan dokter. Terlepas itu semua, saat ini dunia psikologi dan kesehatan adalah dunia yang saya minati dan saya cintai. Dan rumah sakit adalah tujuan saya selanjutnya setelah mendapatkan gelar 'S.Psi.' nanti.

The Creativity Crisis: The Decrease in Creative Thinking Scores on the Torrance Tests of Creative Thinking (Krisis Kreativitas: Penurunan Skor Berpikir Kreatif pada Nilai Tes Torrance)

Review Jurnal

The Creativity Crisis: The Decrease in Creative Thinking Scores on the Torrance Tests of Creative Thinking

(Krisis Kreativitas: Penurunan Skor Berpikir Kreatif pada Nilai Tes Torrance)

Penulis : Kyung Hee Kim
Volume : 23(4)
Halaman : 285-295
Tahun : 2011
ISSN : 1040-0419 print/1532-6934 online
DOI : 10.1080/10400419.2011.627805

Apa itu TTCT?
The Torrance Tests of Creative Thinking (TTCT) merupakan alat tes yang telah dikembangkan pada tahun 1966. TTCT digunakan untuk memerika potensi perubahan pemikiran kreatif dari waktu ke waktu. TTCT diberikan baik dalam tes individu maupun kelompok. TTCT digunakan untuk usia taman kanak-kanak hingga dewasa. Alat tes ini telah diterjemahkan ke dalam 35 bahasa dan digunakan di seluruh dunia.
TTCT memiliki dua versi yaitu TTCT-Verbal dan TTCT-Figural, masing-masing memiliki dua bentuk yaitu bentuk A dan bentuk B. Setiap bentuk membutuhkan waktu 30 menit, oleh karena itu kecepatan dalam tes sangat penting.
TTCT-Figural terdiri dari tiga aktivitas dengan waktu 10 menit untuk menyelesaikan setiap aktivitas.
  1. Aktivitas I : Subjek membuat gambar dengan menggunakan buah pir atau jelly yang disediakan di halaman sebagai stimulus.
  2. Aktivitas II : Subjek diwajibkan untuk menggunakan sepuluh bentuk yang tidak lengkap untuk membuat objek atau gambar.
  3. Aktivitas III : Terdiri dari tiga halaman garis atau lingkaran yang subjek gunakan untuk membuat gambar atau beberapa gambar.
Bentuk dari TTCT-Figural saat ini mencakup skor untuk :
  1. Fluency 
  2. Originality 
  3. Elaboration 
  4. Abstractness of Titles (Titles) 
  5. Resistance to Premature Closure (Closure)
  6. 13 creative personality traits that compraise the creativity strengths (Strengths)
TTCT-Figural setara dalam berbagai hal, yaitu:
  1. Gender
  2. Ras
  3. Status komunitas
  4. Bahasa
  5. Sosial ekonomi
  6. Status
Perubahan Pikiran Kreatif Mungkin Berhubungan dengan Perubahan Perkembangan
  • Smith & Carlsson menyimpulkan bahwa anak-anak sebelum usia 10-11 tahun tidak kreatif karena kognitif yang dibutuhkan untuk kreatif belum canggih.
  • Smith & Carlsson menemukan kecemasan dan kreativitas tinggi pada usia 10-11 tahun dan pada usia 13 tahun kompulsif seperti strategi meningkat dan disertai dengan penurunan kreativitas.
  • Smith & Carlsson menemukan kreativitas remaja mulai lambat untuk meningkat pada usia 14 tahun.
  • Gardner menunjukan bahwa anak yang belum sekolah memiliki tingkat yang tinggi untuk kemampuan kreativitas. dan ketika mereka memasuki sekolah, kreativitas artistik mereka menurun saat mereka belajar menyesuaikan diri, namun mulai meningkat saat remaja hingga dewasa.
Metode Penelitian
  • Sampel yang digunakan adalah 272.599 taman kanak-kanak termasuk murid kelas 12 dan orang dewasa yang berasal dari wilayah tengah, utara, selatan, dan barat Amerika Serikat.
  • Rangsangan pada TTCT tidak berubah sejak tahun 1966 sampai saat ini. Namun, prosedur skoring untuk semua skala (kecuali fluency) telah diubah pada tahun 1984. Prosedur skoring TTCT tahun 1984 sama dengan prosedur skoring yang digunakan saat ini. 
  • Dalam penelitian ini, skor fluency dibandingkan dari tahun 1966-2008; skor originality dan elaboration dibandingkan sejak tahun 1966 sampai 1974, dan terpisah pada tahun 1984 sampai 2008; skor closure dibandingkan dari tahun 1990 sampai 2008, skor title dan closure dibandingkan sejak tahun 1984 sampai 2008.
  • Rerata dan standar deviasi dari skor TTCT (1964-1984) didapatkan dari penormaan manual, dan dari tahun 1990 sampai 2008 skor TTCT didapatkan dari set data aktual yang sebaik penormaan manual. gabungan dari rerata dan gabungan standar deviasi dihitung antara TTCT-Figural bentuk A dan bentuk B.
Hasil
(1) Bagaimana Cara Berpikir Kreatif Berubah Seiring Bertambahnya Usia?
  • Total skor fluency untuk tahun 1966, 1984, 1990, 1998, dan 2008 meningkat sampai kelas tiga dan stabil pada kelas 4. Skor fluency mulai menurun secara signifikan sejak kelas enam sampai dewasa.
  • Total skor originality untuk tahun 1984, 1990, 1998, dan 2008 meningkat sampai kelas lima dan menurun secara signifikan sejak kelas enam. dan akan meningkat saat dewasa, namun kenaikannya tidak signifikan.
  • Total skor elaboration untuk tahun 1984, 1990, 1998, dan 2008 meningkat sampai kelas lima dan stabil di kelas enam. skor elaboration akan meningkat secara signifikan saat kelas tujuh dan delapan, dan akan meningkat juga saat di sekolah menengah (namun tidak signifikan). Skor elaboration menurun secara signifikan pada saat dewasa.
  • Total skor title untuk tahun 1984, 1990, 1998, dan 2008 meningkat sampai kelas lima, stabil di kelas enam dan SMA. Skor title meningkat secara signifikan pada orang dewasa.
  • Total skor closure untuk tahun 1984, 1990, 1998, dan 2008 meningkat sampai kelas tiga dan stabil di kelas empat dan kelas lima. Skor closure menurun secara signifikan saat kelas enam, tujuh, delapan dan SMA. Skor closure akan meningkat secara signifikan pada saat dewasa.
(2) Bagaimana Pemikiran Kreatif Berubah Selama 40 Tahun Terakhir?
  • Skor fluency menurun sejak tahun 1966 sampai 1974, meningkat dari tahun 1974 sampai 1990, namun kembali menurun dari tahun 1990 sampai 2008. Penurunan skor fluency dari tahun 1966 sampai 1974 signifikan, peningkatan skor fluency juga meningkat secara signifikan sejak tahun 1984 sampai 1990. Penurunan secara signifikan juga terjadi pada tahun 1990 sampai 1998, dan penurunan secara signifikan juga terjadi pada tahun 1998 sampai 2008.
  • Skor originality meningkat pada tahun 1966 sampai 1974 tetapi menurun dari tahun 1990 sampai 1998 dan stabil pada tahun 1998 sampai 2008. Pada tahun 1966 sampai 1974 terjadi penurunan secara signifikan. Sejak tahun 1998 sampai 2008 skor originality sedikit menurun tetapi kenaikannya juga tidak signifikan.
  • Skor creative strengths menurun dari tahun 1990 sampai 2008, sejak tahun 1990 sampai 1998 peneurunannya signifikan. Dan pada tahun 1998 sampai 2008 penurunannya juga signifikan.
  • Skor elaboration meningkat dari tahun 1966 sampai 1974, tetapi menurun dari tahun 1984 sampai 2008. Sejak tahun 1966 sampai 1974, peningkatan terjadi secara signifikan. dari tahun 1984 sampai 1990 penurunan terjadi secara signifikan. Setelah itu pada tahun 1998 sampai 2008 meningkat secara signifikan.
  • Skor title meningkat sampai tahun 1998, tetapi menurun dari tahun 1998 sampai 2008. Penurunan secara signifikan terjadi pada tahun 1984 sampai 1990. Namun peningkatan secara signifikan terjadi pada tahun 1990 sampai 1998. Tetapi penurunan secara signifikan terjadi pada tahun 1998 sampai 2008.
  • Skor closure menurun pada tahun 1984 sampai 1990, meningkat sejak tahun 1990 sampai 1998, tetapi menurun kembali pada tahun 1998 sampai 2008. Sejak tahun 1990 sampai 1998 penurunan skor closure terjadi secara signifikan. dan pada tahun 1990 sampai 1998 skor closure meningkat secara signifikan. Namun pada tahun 1998 sampai 2008 skor closure menurun secara signifikan.
Diskusi
(1) Perubahan dalam Pemikiran Kreatif Seiring Bertambahnya Usia
  • Kemampuan anak untuk menghasilkan gagasan (fluency) meningkat sampai kelas tiga dan stabil antara kelas empat dan lima, dan kemudian terus menurun yang mengindikasi anak-anak menjadi waspada terhadap isu-isu saat mereka menghasilkan gagasan.
  • Kemampuan anak untuk berpikir secara detail dan reflektif serta motivasinya untuk menjadi kreatif (elaboration) terus meningkat sampai SMA, setelah itu akan stabil dan menurun ketika dewasa.
  • Kemampuan anak untuk berpikir abstrak, kemampuan untuk memadukan dan proses berpikir organisasi dan untuk menangkap maksud dari informasi yang didapat meningkat sepanjang masa.
  • Kemampuan anak untuk menghasilkan ide unik dan tidak biasa (originality) meningkat sampai kelas lima, setelah itu menurun sampai SMA, dan kemudian meningkat di usia dewasa.
  • Kemampuan anak untuk secara intelektual merasa penasaran dan bersikap terbuka (resistance to premature closure) mengikuti alur yang sama. Sampai kelas lima, anak semakin berpikiran terbuka dan penasaran serta cenderung lebih menghasilkan respon yang baik.
  • Hasil menunjukan skor pemikiran kreatif menurun atau tetap stabil di kelas enam.
(2) Berkurangnya Pemikiran Kreatif dalam 20 Tahun Terakhir
Skor fluency menurun dari tahun 1990 sampai 2008. Penurunan terbesar dalam skor fluency dari tahun 1990 sampai 2008 adalah untuk anak taman kanak-kanak sampai kelas tiga, dan penurunan terbesar kedua adalah untuk siswa kelas empat samapi kelas enam. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan anak-anak (taman kanak-kanak sampai kelas enam) untuk menghasilkan banyak gagasan menurun secara signifikan setelah tahun 1990.
Skor originality meningkat sampai tahun 1990, namun menurun sejak tahun 1990 sampai 1998, dan tetap stabil dari tahun 1998 sampai 2008. Originality merupakan satu-satunya subskala dari TTCT yang mencerminkan budaya dan waktu. Kim berpendapat frekuensi tanggapan yang berbeda harus berubah dengan budaya dan waktu.
Penurunan skor strengths yang signifikan (Sejak tahun 1990) menunjukan bahwa selama 20 tahun terakhir, anak-anak menjadi kurang ekspresif secara emosional, kurang humoris kurang imajinatif, kurang konvensional, kurang semarak dan bergairah, kurang tanggap, cenderung kurang menghubungkan hal yang tidak relevan, kurang mensintesis, dan kecil kemungkinan untuk melihat sesuatu dari sudut yang berbeda.
Penurunan skor elaboration yang stabil sejak tahun 1984 menunjukan bahwa selama 30 tahun terakhir :
  1. Orang-orang dari usia taman kanak-kanak sampai dewasa terus menerus kehilangan kemampuan mereka untuk menguraikan gagasan dan pikiran yang terperinci juga reflektif.
  2. Orang-orang kurang termotivasi untuk berekreasi
  3. Kreativitas kurang didorong oleh rumah, sekolah, dan masyarakat secara keseluruhan
Skor abstractness of Titles menurun dari subskala TTCT lainnya, yang dimulai pada tahun 1984 (elaboration), dan tahun 1990 (fluency, originality, dan strengths). Karena skor title memiliki hubungan positif dengan nilai kecerdasan verbal, dan juga karena skor kecerdasan verbal telah meningkat sepanjang periode yang sama, skor title juga diharapkan meningkat.

Implikasi
Hasilnya menunjukan bahwa pemikiran kreatif diantara orang Amerika dari segala usia menurun seiring waktu terutama pada masa taman kanak-kanak sampai kelas tiga. Penurunannya stabil dan terus menerus, dari tahun 1990 sampai sekarang, dan berkisar di berbagai komponen yang diuji oleh TTCT.
Penurunannya dimulai pada anak-anak, yang berkaitan dengan kemampuan pengganti yang diharapkan matang selama seumur hidup. Penurunan pemikiran kreatif untuk anak-anak mungkin muncul di rumah bukan di sekolah, karena anak-anak taman kanak-kanak dan anak kelas satu cenderung lebih banyak dipengaruhi rumah daripada sekolah, atau mungkin keduanya berperan.

Kelebihan dan Kekurangan Jurnal
Kelebihan jurnal ini adalah penelitian dalam jurnal ini dilakukan dalam kurun waktu 40 tahun sehingga perbedaan antar skor jelas terlihat. Subjek dari penelitian ini juga diambil dari empat bagian Amerika Serikat sehingga subjek dapat dikatakan benar-benar mewakili populasi penelitian (orang Amerika).
Kekurangannya jurnal ini fokus pembahasan hanya pada TTCT-Figural saja sehingga pembaca kurang mengerti mengenai TTCT-Verbal.

Dukungan Sosial Mempengaruhi Kreativitas pada Remaja







Kreativitas merupakan cara unik seseorang dalam memecahkan masalah atau membuat suatu karya. Dan juga suatu hal penting yang perlu dimiliki remaja untuk dapat bertahan dalam kondisi lingkungan dinamis ditambah dengan kompetensi global yang ketat dengan masyarakat yang semakin berkualitas. Dengan kondisi masyarakat yang terus berkembang, remaja dituntut untuk memiliki gagasan unik dan kemampuan menciptakan suatu hal yang baru dari gagasan tersebut. Orang-orang yang kreatif ditandai adanya kemampuan mereka yang luar biasa untuk menyesuaikan diri terhadap hampir setiap situasi dan untuk melakukan apa yang perlu untuk mencapai tujuan (Utami 1999 dalam Basuki 2005). Kreativitas muncul tidak hanya dari dalam diri (motivasi intrinsik) tapi juga membutuhkan dukungan dari lingkungan. Ada lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi dan menekan kreativitas dan inovasi.


Dukungan sosial adalah interaksi kita dengan orang lain, dapat berupa kenyamanan yang dirasakan, kepedulian, menghargai, atau membantu seseorang.  Dukungan sosial dibutuhkan untuk membangun kreativitas pada remaja, namun pada kenyataannya tidak semua lingkungan mampu memfasilitasi bahkan menerima remaja kreatif. Fenomena yang ada selama ini kreativitas yang dimiliki masyarakat umumnya masih tergolong rendah. Hal ini dapat diketahui dengan masih banyaknya orang yang belum mampu menghasilkan karyanya. Adapun orang-orang yang sudah mempunyai gagasan untuk membuat karya baru tidak mendapat fasilitas yang mampu menunjang perwujudan kreativitas. Di Indonesia, masyarakat akan lebih mengapresiasi remaja yang menonjol kemampuan akademiknya dan mengesampingkan kemampuan-kemampuan yang dianggap tidak begitu penting atau berguna seperti kreativitas dalam bermusik, melukis, menulis dan lain sebagainya sehingga remaja tidak lagi ingin menunjukkan kreativitasnya.
Mengembangkan kreativitas anak memerlukan peran penting orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dalam artian memfasilitasi dan mengapresiasi hasil karya apapun yang anak buat. Dukungan sosial yang diberikan dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan nyata atau instrumental, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial (Cohen dan Mckay, dalam Safarino 1998).
Dari uraian diatas dapat diidentifikasikan, yaitu Kurangnya pemahaman masyarakat akan kreativitas dan Dukungan sosial yang masih rendah menyebabkan kreativitas remaja tidak berkembang.

Daftar Pustaka
Basuki, Heru. A. M (2005). Kreatifitas,keberbakatan, intelektual, dan faktor-faktor pendukung dalam pengembangannya. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Safarino, Edward P. (1998). Health psuchology: Biopsychosocial interactions. New York: John Wiley & Sons, Inc.