Kebudayaan Asing Masuk Indonesia (II)

JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak Yohana Yambise terkejut saat mendaapatkan informasi bahwa ada pesta bikini untuk siswa SMA/SMK setelah mereka mengikuti ujian nasional. Menurut dia, pesta bikini tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang mengedepankan asas dan norma kesantunan.
“Kita harus kaji, itu harus dipertanyakan. Itu masalah budaya barat yang masuk. Tidak semua budaya kita terima,” kata Yohana, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/4/2015)
Yohana mengaku belum mengetahui tentang undangan acara yang akan diselenggarakan di sebuah hotel di Jakarta itu. Ia pun memerintahkan salah satu staffnya untuk melakukan pengecekan.
Yohana mengatakan, kementeriannya akan segera membahas masalah ini dengan Menteri Pendidikan Dasar Dan Menengah Anies Baswedan.
“Saya harus bicara dengan Mendikbud dulu,” katanya.
Sebelumnya, sebuah undangan pesta Splash After Class beredar di media social. Dress code atau tema busana yang ditentukan adalah bikini summer dress. Hal ini mendapat sorotan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Susanto, mengatakan, ketentuan pakaian yang harus digunakan peserta pesta kelulusan itu tidak sesuai dengan norma sosial. Hal itu berpotensi memicu terjadinya tindak kekerasan terhadap anak, khususnya perempuan. Dia menilai, pesta tersebut tidak pantas diselenggarakan dan harus dibatalkan.
“Kegiatan itu jelas mencederai dunia pendidikan yang jelas-jelas membentuk moral dan intelektual anak. KPAI dengan tegas menyatakan penolakan adanya pesta tersebut,” kata Susanto, Rabu (22/4/2015).
Menurut dia, semua pihak harus turun tangan untuk melakukan pengawas dan control terkait pesta itu. Baik orang tua maupun sekolah harus memberikan pembinaan dan pemahan soal sisi negatif atas pesta tersebut. Dia juga meminta pihak kepolisian untuk ikut melakukan tindak pencegahan.
“Kami mengajak semua pihak untuk memberi pembinaan dan edukasi kepada anak agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi ke depannya,” ucapnya.

Dengan membaca artikel di atas, saya setuju dengan perkataan Ibu Yohana selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Bahwa tidak semua budaya asing yang masuk ke Indonesia bisa kita terima. Seperti yang kita ketahui Indonesia merupakan negara yang mengedepankan asas dan norma norma yang ada.
Pesta bikini merupakan budaya barat yang sepatutnya tidak kita contoh. Budaya tersebut merusak norma norma yang ada di Indonesia.

Pesta bikini dapat memicu timbulnya kekerasan atau pelecehan terhadap perempuan. Menurut saya, disini diperlukan adanya peran pemerintah untuk lebih mengawasi jalannya berbagai kegiatan yang ada terlebih kegiatan seperti ini sudah mengancam kebudayaan Indonesia. Bisa dipungkiri jika kegiatan seperti ini terus dilakukan dengan tidak adanya tindak tegas dari pemerintah, budaya Indonesia yang terkenal dengan nilai etika dan norma yang baik akan luntur begitu saja. Diperlukan juga peran dari setiap orang tua untuk memberi pengawasan dan pengertian yang lebih terhadap anaknya soal nilai nilai dan norma dalam hidup bermasyarakat.

Kebudayaan Asing Masuk Indonesia (I)

Terlena Pusaran “Korean Wave”
Segala sesuatu terkait Korea kini begitu mudah ditemukan di sekitar kita. Lihat kembali sederet gadget-mu, mungkin semuanya produk ”Negeri Ginseng” itu. Setelah film drama Korea yang romantis, musik K-Pop pun membuat para remaja enggan berpaling.
Budaya Korea, dalam hal ini Korea Selatan, beberapa tahun terakhir seakan tak terbendung memikat orang di seluruh dunia. Ledakan pengaruh budaya yang disebut Korean wave, atau hallyu dalam bahasa setempat, itu pun tak dirasakan sebagai ancaman bagi setiap negara yang dirasuki virus K-Pop.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu menyebut, Korea berhasil membangun industri kreatifnya dan menjadi konsumsi dunia. Kekreatifan Korea patut ditiru Indonesia.
Meski lagu popnya setia menggunakan lirik bahasa Korea, terbukti mudah diterima di negara lain. Hal ini mungkin karena musiknya ringan, mudah dinikmati semua orang. Tidak heran jika K-Pop dalam waktu singkat mampu menciptakan penggemar fanatik, khususnya di Asia, termasuk Indonesia.
”Mereka itu lucu dan unik. Tahu Psy yang nyanyi ’Gangnam Style’ kan? Ada lagi sekarang Crayon Pop, yang ke mana-mana pakai helm. Lagu-lagu K-Pop keren,” kata Vita Anggraini (16), pelajar SMA yang tinggal di Bintaro.
Vita dan teman-temannya semakin senang ketika artis Korea bergiliran konser di Jakarta dalam dua tahun terakhir. Saat ada Festival Film Korea yang diadakan Juni lalu di Jakarta dan Bandung, remaja ini pun antusias menonton.
Sepanjang 11 Oktober hingga 3 November, penggemar K-Pop dan segala sesuatu terkait budaya Korea semakin semringah dengan adanya Festival Budaya Korea 2013 di Lotte Shopping Avenue, Ciputra World, Jalan Prof Dr Satria, Kuningan, Jakarta Selatan.
”Sabtu (19/10/2013) ada lomba dance cover di sini, termasuk dalam rangkaian festival. Wah, remaja yang datang pada ’gila’, hafal semua lagu, ikut menari bareng. Meriah banget,” kata Anastasia Damastuti, Event and Public Relation Manager PT Lotte Shopping Avenue Indonesia.
Dance cover adalah bentuk ekspresi penggemar K-Pop. Mereka berusaha meniru idolanya, mulai dari cara berpakaian, menyanyi, hingga tentu saja menari. Fans berat K-Pop mulai membentuk grup dance cover. Semakin mirip detail setiap gerakan yang dilakukan, model pakaian, sampai ekspresi wajah dan tubuh dengan idolanya, grup dance cover itu pun dianggap mencapai titik kesempurnaan.
Meski mengakui bahwa daya tarik K-Pop mampu menyihir siapa pun dengan kreativitasnya, Damastuti memastikan, Festival Budaya Korea 2013 tak melulu menyuguhkan budaya modern Korea.
President Director Lotte Shopping Avenue Suh Chang Suk saat pembukaan Festival Budaya Korea, Jumat (18/10/2013), mengatakan, acara ini digelar untuk memperkenalkan budaya Korea di Indonesia, termasuk seni budaya tradisional. Festival ini sekaligus sebagai ajang perkenalan dan pertukaran budaya.
Ada samulnori. Samulnori adalah pertunjukan musik ansambel menggunakan empat alat musik yang berbeda, sejenis gong dan tambur. Menjelang sore, ada buchea chum atau tari kipas dilanjutkan dengan tari betawi.
Dalam rangkaian Festival Budaya Korea ini ada pameran seni, khususnya seni kontemporer yang barang-barangnya dibawa langsung dari National Museum of Modern and Contemporary Art, Korea. Namun, bukan hanya karya seni Korea, di situ juga ditampilkan beberapa karya seni Indonesia.
Bagi yang tertarik dengan fotografi, ada juga pameran foto. Mereka yang punya anak kecil dan senang dengan boneka, datangi pameran boneka tradisional. Sementara yang doyan makanan Korea, merapatlah pada tanggal 26-27 Oktober 2013 karena ada festival makanan Korea.
Sepekan ke depan, pengunjung bisa melihat pameran pendidikan dari sejumlah universitas Korea. Yang tak kalah ditunggu-tunggu adalah travel fair. Berbagai tawaran paket liburan, khususnya ke Korea Selatan, dengan harga miring siap dipesan. (kompas.com)

Dengan membaca artikel diatas, dapat diketahui bahwasanya demam korea tengah digandrungi masyarakat Indonesia terutama dikalangan anak remaja. Tentunya demam ini membawa dampak positif dan juga negatif.
Dampak positif yang bisa kita dapatkan dari demam korea ini adalah :
a.       Membawa pengaruh terhadap hubungan Bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan.
b.      Masyarakat Indonesia bisa mengetahui serta mempelajari budaya Negara lain tanpa menghilangkan budaya Indonesia. Remaja Indonesia juga bisa menguasai bahasa Korea yang akan menambah ilmu dan wawasan serta dapat menguasai bahasa asing.
c.       Dengan adanya Boyband/Girlband dianggap membawa warna baru terhadap musik di Indonesia, serta masyarakat Indonesia pun bisa mengeksplorasi bakatnya melalui musik atau tarian tersebut.
Selain dampak positif tentunya ada juga dampak negatif dari adanya Korean wave yaitu :
a.       Remaja Indonesia lebih memilih mendengarkan lagu K-pop atau lebih memilih berdandan mirip dengan idolanya yang terkesan lebih ‘terbuka’ serta mengikuti gaya hidup masyarakat Korea Selatan.
b.      Remaja lebih senang berbicara bahasa Korea dibandingkan berbicara Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
c.       Remaja Indonesia menjadi lebih konsumtif dan juga terkesan boros. Mereka membeli stuff, tiket konser, ataupun album original dari idolanya.
d.      Masyarakatnya lebih senang menonton film Korea daripada film-film buatan anak bangsa.

Alangkah lebih baiknya jika kita sebagai warga negara turut berpartisipasi dalam menjaga kebudayaan khas tanah air agar kebudayaan Indonesia tidak menghilang seiring makin banyaknya budaya asing yang masuk. Mempelajari kebudayaan asing boleh saja asalkan kita tetap mencintai dan menjaga budaya khas negara kita sendiri.



Kebudayaan Khas Kota Solo

Solo atau yang biasa juga disebut kota Surakarta merupakan salah satu kota di daerah Jawa Tengah yang terkenal akan budayanya. Berikut ini adalah beberapa kebudayaan khas kota Solo.

Sekaten
Sekaten atau upacara Sekaten berasal dari kata Syahadatain atau dua kalimat syahadat) adalah acara peringatan ulang tahun nabi Muhammad SAW yang diadakan pada setiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud (Rabiul Awal tahun Hijriah) di Alun-alun utara Surakarta dan Yogyakarta. Upacara ini dulunya dipakai oleh Sultan Hamengkubuwana I, pendiri keraton Yogyakarta untuk mengundang masyarakat mengikuti dan memeluk agama Islam.
Pada hari pertama, upacara diawali saat malam hari dengan iring-iringan abdi dalem (punggawa kraton) bersama-sama dengan dua set gamelan Jawa Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu. Iring-iringan ini bermula dari pendapa Ponconiti menuju masjid Agung di Alun-alun Utara dengan dikawal oleh prajurit Kraton. Kyai Nogowilogo akan menempati sisi utara dari Masjid Agung, sementara Kyai Gunturmadu akan berada di Pagongan sebelah selatan masjid. Kedua set gamelan ini akan dimainkan secara bersamaan sampai dengan tanggal 11 bulan Mulud, selama 7 hari berturut-turut. Pada malam hari terakhir, kedua gamelan ini akan dibawa pulang ke dalam Kraton.
Acara puncak peringatan Sekaten ini ditandai dengan Grebeg Muludan yang diadakan pada tanggal 12 (persis di hari ulang tahun Nabi Muhammad SAW) mulai jam 08.00 hingga 10.00 WIB. Sebuah gunungan yang terbuat dari beras ketan, makanan, dan buah-buahan serta sayur-sayuan akan dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju masjid Agung. Setelah didoakan, gunungan yang melambangkan kesejahteraan kerajaan Mataram ini dibagikan kepada masyarakat yang menganggap bahwa bagian dari gunungan ini akan membawa berkah bagi mereka. Bagian gunungan yang dianggap sakral ini akan dibawa pulang dan ditanam di sawah/ladang agar sawah mereka menjadi subur dan bebas dari segala macam bencana dan malapetaka.



Grebeg Sudiro
Dalam menyambut Tahun Baru Imlek, masyarakat Solo keturunan Tionghoa-Jawa merayakan Grebeg Sudiro.
Kata grebeg berasal dari bahasa Jawa yang kerap digunakan untuk menyambut hari-hari khusus, seperti Kelahiran Nabi Muhammad, bulan Syawal, Idul Adha dan Suro. Sedangkan Sudiro diambil dari nama jalan tempat perayaan itu digelar, yaitu Jalan Sudiroprajan.
Kawasan Sudiroprajan merupakan sebuah kelurahan di Kecamatan Jebres, Kota Solo yang dihuni oleh warga Peranakan (Tionghoa). Mereka sudah puluhan tahun menetap dan tinggal berdampingan dengan masyarakat Jawa di sana.
Seiring berjalannya waktu, akhirnya warga keturunan Tionghoa dan masyarakat Jawa setempat banyak yang menikah. Dari perkawinan itulah akhirnya muncul generasi baru, yang menunjukkan akulturasi. Untuk itulah diciptakan perayaan Grebeg Sudiro.
Grebeg Sudiro dilangsungkan sejak 15 Februari sampai 18 Februari mendatang, sehari sebelum perayaan Tahun Baru Imlek. Kemeriahan perayaan ini dapat Anda rasakan di kawasan Pasar Gede, Solo.
Ada banyak hal yang bisa disaksikan dalam perayaan Grebeg Sudiro seperti kesenian barongsai, tarian, pakaian tradisional, adat keraton sampai kesenian kontemporer yang digelar di sepanjang Jalan Sudiroprajan. Arak-arakan tersebut akan berhenti di depan Klenteng Tien Kok Sie, di depan Pasar Gede.
Puncak perayaan Grebeg Sudiro dilakukan dengan perebutan hasil bumi dan makanan yang disusun dalam bentuk gunungan. Tradisi rebutan ini didasari oleh falsafah jawa berbunyi "ora babah ora mamah" yang artinya "jika tidak berusaha maka tidak makan." Sedangkan bentuk gunung memiliki filosofi bahwa masyarakat Jawa senantiasa bersyukur pada Sang Pencipta.
Selain gunungan hasil bumi, gunungan Grebeg Sudiro juga ada yang disusun dari ribuan kue keranjang, kue khas orang Tionghoa saat menyambut Imlek. Gunungan itu diarak di sekitar Kawasan Sudiroprajan, diikuti dengan pawai dan kesenian Tionghoa serta Jawa.
Perayaan ini diakhiri dengan menyalakan lentera dan lampion berbentuk teko yang digantung dibatas gerbang Pasar Gede. Selain itu, penyalaan lampion juga dilakukan di tempat-tempat lainnya.



Solo Batik Carnival
Kota Solo dengan budayanya, mempunyai berbagai macam warisan budaya dan hasil tradisi, salah satunya adalah Batik. Sejarah panjang tentang eksistensi batik di kota ini sudah ada sejak zaman dahulu. Keberadaan kampung batik Laweyan dan Kauman sebagai bukti nyata tentang perkembangan batik di kota Bengawan.
Untuk melestarikan, mengembangkan, dan memperkenalkan batik kepada masyarakat luas, maka di Solo ada event tahunan berskala besar yakni Solo Batik Carnival (SBC). Beraneka ragam kreasi kostum yang disusun dari beragam corak batik diperagakan oleh kurang lebih 300 peserta tiap tahunnya.
SBC ini pertama kali digelar pada tahun 2008 dalam bentuk karnaval sepanjang jalan Slamet Riyadi. Berangkat dari Solo Center Point dan berakhir di Balaikota Surakarta, SBC telah berhasil menyedot perhatian ribuan warga Solo dan wisatawan dari berbagai kota di Indonesia. Kemudian SBC pun mulai dikenal luas dan menjadi salah satu ikon pariwisata negeri ini.
Tema SBC tiap tahun selalu berbeda. Mulai dari tema Wayang, Topeng, Sekar Jagad, Keajaiban Legenda, dan Metamorfosis. Tahun 2012 ini adalah tahun kelima penyelenggaraan SBC.
Dampak terhadap pariwisata dan perekonomian kota Solo sangat besar. Penyediaan paket tour wisata dari biro perjalanan, penginapan yang selalu penuh ketika SBC dihelat dan publikasi wisata kota Solo yang kian luas. Bahkan, pedagang kaki lima pun merasakan berkah dengan larisnya dagangan yang ia jajakan.
Sebagai ikon wisata baru kota Solo, SBC telah beberapa kali ditunjuk oleh Kementerian Pariwisata untuk mewakili Indonesia dalam ajang  internasional seperti Chingay Festival di Singapura, Malaysia Association of Tour and Travel Agents (Matta) Fair, dan SBC akan tampil di Tournament of the Rose Pasadena, California, Amerika Serikat pada 1 Januari 2013 mendatang.


Tari Bedhaya Ketawang
Tari Bedhaya Ketawang merupakan sebuah tari yang sangat disakralkan dan hanya digelar dalam waktu tertentu. Tari tradisional Solo ini dulunya hanya dimainkan oleh tujuh orang wanita saja. Namun saat ini, karena merupakan tarian yang sangat sakral dan istimewa maka harus dimainkan oleh sembilan penari. Delapan penari dari kalangan kerabat keraton dan konon, satu lagi dibawakan oleh sang Ratu Nyai Roro Kidul sebagai tanda hormat terhadap keturunan raja dinasti Mataram.
Tari tradisi Keraton Surakarta Hadiningrat ini dibagi 3 macam. Yakni, tari dengan sifat magis religius, lalu tari yang menampilkan peperangan seperti Supit Urang dan Garuda Nglayang dan yang terakhir sebagai tari yang mengandung cerita. Menurut Sinuhun Paku Buwono X, Tari Bedhaya Ketawang merupakan lambang cinta Ratu Kidul kepada Panembahan Senopati.
Masing-masing tari yang berasal dari keraton memiliki arti yang dalam dan dipadu dengan hal yang berhubungan dengan lelembut yang diyakini memiliki hubungan baik dengan keluarga keraton. Sehingga tarian disini memiliki hal mistis dan gaib yang sangat kuat.
Tarian ini diciptakan oleh penembahan Sanapati-Raja Mataram yang pertama dikala bersemadi di Pantai Selatan. Menurut kisah, sewaktu semedinya ia bertemu dengan Ratu Roro Kidul yang sedang menari dan kemudian mengajarkan tariannya pada penguasa Mataram ini.
Hal yang membuat tarian ini sangat sakral adalah persiapan pementasan yang mengharuskan para penari mengikuti beberapa aturan dan upacara. Malam sebelum tari ditampilkan, para penari harus tidur di Panti Satria, daerah yang paling suci di istana. Latihan harus dilakukan tiap Selasa Kliwon. Tari Bedhaya Ketawang hanya dilakukan setiap 8 tahun sekali, namun untuk tarian jenis acara keraton yang kecil hanya dilakukan ketika penobatan Raja atau Sultan.